Skip to main content

Asas-asas dan Norma (Kaidah) dalam Muamalah

Asas-asas hukum (rechts beginselen) atau disebut juga dengan prinsip hukum, bukan merupakan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya. Asas hukum merupakan latar belakang dalam pembentukan hukum positif yang bersifat tidak abadi/tetap. Menurut Mertokusumo yang dimaksud asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pem bentukan hukum positif, di dalam melakukan muamalah terdapat beberapa asas antara lain sebagai berikut.

(a) Mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan memerhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mengitari manusia itu sendiri. Dari prinsip ini terlihat perbedaan persoalan muamalah dengan persoalan akidah, ibadah, dan akhlak. Dalam persoalan muamalah, syariat Islam di satu sisi lebih banyak bersifat konfirmasi terhadap berbagai kreasi yang dilakukan oleh manusia, karena ketika Islam datang telah banyak dijumpai jenis-jenis muamalah yang dilakukan manusia. Untuk jenis muamalah yang sudah ada, adakalanya syariat Islam hanya melakukan perubahan terhadap jenis muamalah yang telah ada, dan adakalanya jaga syariat Islam membatalkan jenis muamalah tertentu yang ada. Untuk selanjutnya, syariat Islam hanya memberikan prinsip dan kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh setiap jenis muamalah, misalnya mengandung kemaslahatan, menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, saling tolong-menolong, tidak mempersulit dan dilakukan atas dasar suka sama suka.

(b) Hukum dasar dari berbagai jenis muamalah adalah boleh sampai ditemukan dalil yang melarangnya, artinya selama tidak ada dalil melarang suatu kreasi jenis muamalah, maka muamalah itu dibolehkan. Selain asas-asas yang telah diuraikan di atas, di dalam melaksanakan muamalah terdapat beberapa norma atau kaidah umum yang ditetapkan syarat dalam melakukan muamalah, antara lain sebagai berikut.

  1. Seluruh tindakan muamalah tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan, artinya apapun jenis muamalah yang dilakukan oleh seorang muslim harus senantiasa dalam rangka mengabdi kepada Allah dan senantiasa berprinsip bahwa Allah selalu mengontrol dan mengawasi tindakan tersebut.
  2. Seluruh tindakan muamalah tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan dan dilakukan dengan mengetengahkan akhlak yang terpuji, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Atas dasar ini, nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan saling menghargai sesama manusia amat penting dalam bermuamalah, bahkan jika unsur keadilan dan kejujuran tidak ada dalam suatu transaksi muamalah, maka muamalah itu bisa menjadi batal. 
  3. Melakukan perimbangan atas kemaslahatan pribadi dan kemaslahatan masyarakat. Jika memang untuk memenuhi kemaslahatan bersama harus mengorbankan kemaslahatan individu, maka boleh dan bahkan harus dilakukan, karena kaidah fikih menetapkan bahwa apabila ada dua kemafsadatan bertentangan, kemafsadatan yang lebih besar kemudharatannya dihindarkan dengan mengambil yang lebih ringan kemudaratannya, artinya untuk menghindari kemafsadatan yang kecil, sebaliknya, jika bertentangan dua kemaslahatan maka kemaslahatan umum harus didahulukan dari kemaslahatan khusus. 
  4. Menegakkan prinsip-prinsip kesamaan hak dan kewajiban di antara sesama manusia. 
  5. Seluruh yang kotor dan keji adalah haram, baik berupa perbuatan, perkataan, seperti penipuan, spekulasi, manipulasi, eksploitasi manusia atas manusia, penimbunan barang oleh para pedagang dengan tujuan agar komoditi menipis di pasar dan harga melonjak (ikhtiar), dan kecurangan-kecurangan, maupun dalam kaitannya dengan materi yang diharamkan, seperti minuman keras, babi, dan jenis najis lainnya. 
  6. Seluruh yang baik dihalalkan. 

Comments

Edukasi Terpopuler

Connect With Us

Copyright @ 2023 beginisob.com, All right reserved