Bank Islam dikenal dengan nama lain Bank Tanpa Bunga (La Riba Bank), Bank Islam (Islamic Bank), dan Bank Nirbunga. Kegiatan dalam praktik, bank Islam merupakan bagian dari muamalah. Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukarkan manfaatnya, yang dalam pembahasan pada buku ini akan dikhususkan dalam operasional kegiatan muamalah dibidang ekonomi melalui perbankan. Dalam buku ini istilah yang akan digunakan adalah Bank Islam.
Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan hadis. Makna bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara bermuamalah dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan,
Di dalam mengoperasionalkan Bank Islam agar tidak menyimpang dari tuntunan Islam maka pada setiap Bank Islam hanya diangkat manajer dan pimpinan bank yang sedikit banyak menguasai prinsip muamalah Islam. Selain itu, dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dari sudut Islamnya.
Berikut ini akan dinukil beberapa ayat-ayat dalam Alquran sebagai dasar operasional bank Islam, antara lain:
1. Firman Allah 3 dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 275:
2. Firman Allah dalam surah Al-Imran (3: 130):
3. Firman Allah dalam Surah An-Nisa' (4) ayat 29:
Selain beberapa ayat Qur'an di atas maka berdasarkan hukum positif, landasan dalam mengopersionalkan bank Islam adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya ditulis UUPI), karena belum ada peraturan perundangan khusus mengenai Bank Islam.
Untuk memberikan legitimasi yuridis mengenai operasional bank Islam sudah diadopsi dalam UUPI, walaupun baru sebatas diakomodirnya prinsip Islam dalam operasional bank. Di dalam Pasal 1 ayat (3) UUPI menjelaskan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Islam yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengertian prinsip Islam terdapat dalam Pasal 1 butir (13) UUPI yang menyebutkan, prinsip Islam adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Islam, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penyertaan modal, jual beli barang dengan memperoleh keuntungan, pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan, atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari bank oleh pihak lain.
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, di dalamnya mengatur antara lain ketentuan tentang proses pendirian Bank Umum Nirbunga. Berdasarkan Pasal 28 dan 29 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Islam, mengatur tentang beberapa kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Islam. Peraturan lainnya yang khusus mengatur Akad dalam kegiatan usaha berdasarkan prinsip Islam adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PB1/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Islam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Islam dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Islam.
Dasar hukum lainnya yang dapat digunakan dalam pembuatan ataupun pelaksanaan akad dengan prinsip murabahah didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) dan (3) Buku III KUH Perdata. Peraturan lain yang memberikan dasar bagi beroperasionalnya Perbankan Islam khususnya dalam hal mempertahankan hak dari para pihak yang dalam Ilmu Hukum dikenal sebagai hukum formalnya adalah Undang undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (selanjutnya ditulis UU Peradilan Agama) yang digunakan dalam penyelesaian para pihak melalui pengadilan atau dikenal secara litigasi. Di dalam peraturan tersebut terdapat pengertian Ekonomi Islam dan adanya kompetensi absolut Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa Ekonomi Islam.
Comments
Post a Comment