Skip to main content

Prinsip prinsip asuransi syariah

Prinsip dasar asuransi syari'ah adalah harus terbebas dari unsur-unsur maysir, gharar, dan riba. Untuk mengatasi masalah gharar dalam asuransi konvensional maka sistem yang ditawarkan asuransi syari'ah adalah dengan menukar akad tadabbuli (jual beli) dengan bentuk akad takafuli (tolong menolong) atau akad tabarru (dana kebajikan) dan akad mudharabah (bagi hasil). Dengan akad takafuli atau akad tabarru maka sebagian dana premi dicadangkan untuk membantu para peserta asuransi. Dana yang lainnya diinvestasikan oleh perusahaan pada kegiatan usaha yang produktif atas nama atau sebagai wakil dari peserta atau anggota asuransi. Keuntungan dari investasi tersebut akan didistribusikan kepada para peserta dan perusahaan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Sementara itu untuk mengatasi terjadinya unsur maysir pada asuransi konvensional dapat dilakukan dengan cara memberlakukan reversing period sejak awal akad sehingga tak ada uang anggota asuransi yang hangus. Arti nya, semua anggota asuransi syari'ah berhak memperoleh kembali seluruh dana premi yang telah disetor atau cash value kapan saja diperlukan, kecuali dana tabarru yang memang telah diniatkan dan diikhlaskan untuk membantu sesama anggota lain yang terkena musibah. Pembayaran klaim atau pengembalian uang nasabah dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan asuransi bersumber dari dana tabarru, hasil kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan dengan skim mudharabah, atau musyarakah atau skim syar'i lainnya. Dengan demikian bagi peserta atau nasabah maupun perusahaan baik sumber, pemanfaatan maupun hasil yang diperoleh kedua pihak menjadi serba jelas dan transparan.

Adapun cara untuk menghilangkan unsur riba dilakukan dengan tidak memasukkan unsur perhitungan teknik dalam perhitungan besaran premi. Demikian pula investasi yang dilakukan perusahaan tidak dengan cara menerapkan unsur bunga melainkan dengan cara mudharabah, musyarakah, musyarakah mutanaqisah, tijarah, murabahah atau dengan skim syari'ah lainnya.

Dalil-dalil syar'i yang dijadikan landasan untuk mengatasi gharar, maysir, dan riba dan menggantinya dengan prinsip takafuli atau ta'awuni (tolong-menolong) atau tabarru (dana sosial kebajikan), dan mudharabah (bagi hasil), musyarakah (perserikatan modal), wakalah (perwakilan) dan skim syar'i lainnya dari al-Qur'an adalah: QS.al Maidah [5]: 2; an-Nisa [4]: 29, 58; hadits Qudsi yang berbunyi: Allah SWT berfirman: "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka." (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah). Selain itu juga dari beberapa hadits³, sedangkan kaidah fiqih menegaskan bahwa pada dasarnya semua bentuk mu'amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Pendapat para ulama yang dapat dikutipkan di sini adalah ketika Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam pergi berniaga sebagai mudharib ke Syam (Syria) dengan harta Sayyidah Khadijah binti Khuwailid sebelum menjadi nabi. Setelah menjadi Nabi beliau menceritakan perniagaan tersebut sebagai penegasan (taqrir) (Abu Hisyam, al-Sirah al-Na bawiyah). Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun tidak, karena Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau memberikan imbalan kepada mereka. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam juga pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksana kan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi' untuk melakukan qabul nikah. Semuanya tanpa memberikan imbalan.


Catatan 

(3) "Barangsiapa melepaskan kesulitan seorang muslim di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan dirinya pada hari kiamat, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudara nya". (HR. Muslim dari Abu Hurairah); "Barangsiapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya hingga habis oleh sedekah (zakat dan nafkah)". (HR. Tirmidzi Daraquthni dari Abdullah bin Amr bin Ash); "Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau meghalalkan yang haram". (HR. Tirmidzi dari Amr bin Auf).

Comments

Edukasi Terpopuler

Connect With Us

Copyright @ 2023 beginisob.com, All right reserved